KEINDAHAN ALAM GUNUNG BROMO

KEINDAHAN ALAM GUNUNG BROMO

A.     Letak Geografis Gunung Bromo
Letak dan lokasi Geografis Gunung Bromo tepatnya di Provinsi Jawa Timur, tepatnya di kelilingi oleh 4 wilayah pemerintahan Kabupaten, yaitu Kapupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, berada di 4 wilayah kabupaten tersebut karena memang Gunung Bromo memang terletak di perbatasan Kabupaten tersebut.
Dari ke empat kabupaten tersebut mempunyai jalur sendiri untuk menuju wisata Gunung Bromo Namun, jalur terbaik bagi wisatawan yang berasal dari luar kota adalah melalui rute dari Kabupaten Probolinggo, selain aksesnya mudah dekat dengan Terminal Bayu Angga Probolinggo dan Stasiun Kereta Api Probolinggo juga sangat mudah sekali untuk mendapatkan tempat tinggal ketika berada di kawasan wisata gunung bromo.
 Jalur ke Bromo dari Kab Probolinggo:
1.      Tongas – Lumbang – Sukapura –  Ngadisari- Cemoro Lawang – Gunung Bromo.
2.      Ketapang – Patalan – Sukapura – Ngadisari- Cemoro Lawang – Gunung Bromo.
Jalur ke Bromo dari Kab. Malang: 
1.      Tumpang – Gubuk Klakah – Jemplang -Penanjakan –  Gunung Bromo.
Jalur ke Bromo dari Kab. Pasuruan: 
1.      Wonorejo – Warungdowo –  Tosari – Wonokitri – Pananjakan – Gunung Bromo
Jalur ke Bromo dari Kab. Lumajang:
1.      Senduro – Bumo – Ranu Pane – Gunung Bromo.

B.     Keindahan Alam yang Disajikan Gunung Bromo
View Point merupakan tempat yang bisa digunakan untuk melihat pemandangan gunung Bromo dari ketinggian, selain itu wisatawan juga bisa melihat matahari terbit saat pagi hari. Ada beberapa tempat yang bisa Anda kunjungi yaitu Pananjakan, Seruni Point, Bukit Cinta, Bukit Kingkong dan Puncak B29 Bromo.
Kawah Gunung Bromo merupakan destinasi kedua yang biasanya dikunjungi oleh wisatawan yang ke gunung Bromo, kawah yang memiliki garis tengah ± 800 meter sangatlah unik, untuk dapat mengunjungi kawah gunung Bromo wisatawan biasanya melakukanya dengan menaiki kuda atau berjalan kaki, dan kemudian dilanjutkan dengan menaiki tangga dengan anak tangga berjumlah 250. pemandangan dipuncak kawah Bromo memang sangat elok, dengan dihiasai pemandangan pegunungan tengger dan gunung Batok yang membentuk garis - garis terjal yang ada disamping kawah gunung Bromo.
Padang savana merupakan sebuah hamparan rumput yang sangat luas dengan luas sekitar 10 Km persegi, tempat ini disebut juga bukit Teletubbies, sausana yang nyaman dan sejuk akan Anda rasakan apabila mengunjungi tempat ini, letak dari wisata ini berada di selatan kawah gunung  Bromo, tepatnya di kawasan jemplang.
Lautan pasir merupakan salah satu tempat favorit bagi wisatawan yang mengunjungi gunung Bromo, hamparan pasir yang terbentang luas membentuk lukisan garis - garis yang elok. Anda akan bisa merasakan suara bisikan apabila mendekatkan telinga Anda ke dekat pasir.
Bunga Edelweiss juga merupakan salah satu hal yang banyak dicari oleh para wisatawan yang berkunjung. Tak hanya itu, wisatawan pun dapat membeli Bunga Edelweiss yang dijajakkan oleh para pedagang di kawasan itu untuk dibawa sebagai cendera mata bagi orang-orang tercinta yang menunggu di rumah.

C.    Budaya yang Tumbuh Ditengah Masyarakat Tengger saat ini
1.      Upacara Keagamaan Masyarakat Suku Tengger
a.       Pujan Karo (Bulan Karo)
Hari raya terbesar masyarakat Tengger adalah upacara karo atau hari raya karo diawali tanggal 15 kalender saka Tengger. Masyarakat menyambutnya dengan penuh suka cita, mereka mengenakan pakaian baru, kadang pula membeli pakain hingga 2-5 pasang, perabotan pun juga baru. Makanan dan minuman pun juga melimpah pada adat ini masyarakat suku tengger juga melakukan anjang sana (silaturrahmi) kepada semua sanak saudara, tetangga semua masyarakat Tengger. Uniknya tiap kali berkunjung harus menikamati hidangan yang diberikan oleh tuan rumah. Tujuan penyelenggaraan upacara karo ini adalah: mengadakan pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi Wasa dan menghormati leluhurnya, memperingati asal-usul manusia, untuk kembali pada kesucian, dan untuk memusnahkan angkara murka.
b.      Pujan Kapat (Bulan Keempat)
Upacara kapat jatuh pada bulan keempat (papat) menurut tahun saka disebut pujan kapat, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin yang dilakukan bersama- sama disetiap desa (rumah kepala desa) yang dihadiri para pini sepuh desa, dukun, dan masyarakat desa.
c.       Pujan Kapitu (Bulan Tujuh)
Pujan kapitu (bulan tujuh), semua pini sepuh desa dan keharusan pandita dukun melakukan tapa brata dalam arti diawali dengan pati geni (nyepi) satu hari satu malam, tidak makan dan tidak tidur. Selanjutnya diisi dengan puasa mutih (tidak boleh makan makanan yang enak), biasanya hanya makan nasi jagung dan daun – daunan selama satu bulan penuh. Setelah selesai ditutup satu hari dengan pati geni. Pada bulan kapitu ini masyarakat suku tengger tidak diperbolehkan mempunyai hajat.
d.      Pujan Kawolu
Upacara ini jatuh pada bulan kedelapan (wolu) tanggal 1 tahun saka. Pujan kawolu sebagai penutipan megeng. Masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk keselamatan bumi, air, api, angin, matahari, bulan dan bintang. Pujan kawolu dilakukan bersama dirumah kepala desa.
e.       Pujan Kasangan
Upacara ini jatuh pada bulan kesembilan (sanga) tanggal 24 setelah purnama tahun saka. Masyarakat berkeliling desa dengan membunyikan kenyongan dan membawa obpr. Upacara diawali oleh para wanita yang mengantarkan sesaji ke kepal desa, untuk dimantrai oleh pendeta, selanjutnya pendeta dan para sesepuh desa membentuk barisan, berjalan mengelilingi desa. Tujuan mengadakan upacara ini adalah memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk keselamatan masyarakat tengger. Masyarakat bersama anak – anak keliling desa membawa alat kesenian dan obor.
f.       Kasada (Bulan Dua Belas)
Upacara kasada dilaksanakan tnggal 14 dan 15 dilakukan di ponten pure luhur, semua masyarakat tengger berkumpul menjelang pagi. Tidak hanya masyarakat Tengger yang beragama Hindu saja, tetapi semua masyarakat Tengger yang beragama lainnya. Setelah upacara, melabuhkan sesaji berupa hasil bumi yang sudah dimantrai dukun kekawah gunung Bromo. Tidak hanya upacara saja tetapi juaga bermusyawarah dan bersilaturrahmi dengan dukun dan masyarakat Tengger. Upacara dilaksanakan pada saat purnama bulan kasada (ke dua belas) tahun saka, upacara ini juga disebut dengan hari Raya Kurba. Biasanya lima hari sebelum upacara Yadnya kasada, diadakan berbagai tontonan seperti: tari-tarian, balapan kuda di lautan pasir, jalan santai, pameran. Sekitar pukul 05.00 pendeta dari masing-masing desa, serta masyarakat tengger mendaki gunung Bromo untuk melempar kurban (sesaji) ke kawah gunung bromo. Setelah pendeta melempar ongkeknya (tempat sesaji) baru diikuti oleh masyarakat lainnya.
g.      Upacara Unan-unan
Upacara ini di adakan hanya tiap lima tahun sekali. Unan-unan adalah tahun panjang (seperti tahun kabisat) melakukan upacara ngurawat jagat, mensucikan hal-hal yang tidak baik dengan mengorbankan kerbau. Unan yaitu menagrungi bulan. Tujuan unan-unan yaitu untuk mengadaksn penghormatan terhadap roh leluhur. Dalam acara ini selalu diadakan acara penyembelihan binatang ternak yaitu kerbau. Kepala kerbau dan kulitnya diletakkan diatas ancak besar yang terbuat dari bambu, diarak kesanggar pamujan.
h.      Upacara yang dilakukan secara individu:
1)      Upacara tujuh bulanan (sayut) dipimpin oleh pandita dukun.
2)      Upacara indungi anak, anak yang menginjak masa remaja.
3)      Upacara Tugel Gombak (laki-laki) dan Tugel Kuncung (perempuan), memotong sedikit rambut sekitar pusar rambut anak-anak yang menginjak usia 5 tahun.
4)      Upacara Ngruwat, jika ada saudara 2 laki-laki atau salah satu anak laki-laki dan perempuan atau anak tunggal.
5)      Upacara Kawiahan (kawin), upacara ini sama halnya dengan ijab Kabul.
6)      Upacara Wala gara (Temu Manten).
7)      Upacara Mendirikan Rumah.
8)      Upacara Kematian, minimal 4 hari setelah meningggal dilakukan upacara untas-untas (roh orang meningggal diharapkan kembali pada pemiliknya).
i.        Upacara Entas – Entas
Yakni upacara kematian yang terakhir kali dan perkawinan. “Waktu sekarang ini merupakan hari-hari baik bagi masyarakat Tengger untuk melaksanakan entas-entas dan perkawinan. Upacara entas-entas oleh masyarakat Tengger seperti halnya upacara pembakaran mayat (Ngaben) di Bali. Bedanya, di masyarakat Tengger yang dibakar adalah boneka dari yang meninggal dunia.
2.      Tempat Keagamaan Masyarakat Suku Tengger
Pemeluk agama Hindu suku Tengger tidak sama dengan pemeluk agama Hindu pada umumnya, mereka memiliki candi-candi tempat peribadatan, namun bila melakukan peribadatan bertempat di Punden, danyang dan Poten. Poten merupakan sebidang lahan di lautan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara kasada. Sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu, Poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalan suatu susunan komposisi dipekarangan yang dibagi tiga mandala/zone yaitu:
a.       Mandala utama
Disebut juga jeroan yaitu tempat pelaksanaan pemujaan persembahyangan yang terdiri dari:
-          Padma berfungsi sebagai tempat pemujaan Tuhan Yang Maha Esa. Bentuknya serupa candi yang dikembangkan lengkap dengan pepalihan.
-          Bedawang Nala melukisakan kura-kura raksasa mendukung padmasana, dibelit oleh seekor atau dua ekor naga, garuda dan angsa posisi terbang di belakang badan padma yang masing-masing menurut mitologi melukiskan keagungan bentuk dan fungsi padmasana.
-          Bangunan sekepat (tiang empat) fungsinya untuk penyajian sarana upacara atau aktifitas serangkaian upacara. Bale pawedan serta tempat dukun sewaktu melakukan pemujaan.
-          Kori Agung Candi Bentar, bentuknya mirip dengan tugu kepalanya memakai gelung mahkota segi empat yang bertingkat- tingkat mengecil ke atas.
b.      Mandala madya
Disebut juga jaba tengah, tempat persiapan dan pengiring upacara terdiri dari:
-          Kori Agung Candi Bentar, bentuknya serupa dengan tugu, kepalanya memakai gelung empat bertingkat-tingkat mengecil ke atas dengan bangunan bujur sangkar.
-          Bale kentongan letaknya disudut depan pekarangan pura, bentuknya ssusunan tepas, batur, sari dan atap penutup ruangan kentongan. Fungsinya untuk tempat kentongan yang dibunyikan di awal, akhir dan saat tertentu dari rangkaian upacara.
-          Bale bengong, disebut juga pawerangan suci letaknya diantara jaba tengah, mandala nista. Bentuk bangunannya empat persegi. Fungsinya untuk mempersiapkan keperluan sajian upacara yang perlu dipersiapkan di pura yang umumnya jauh dari desa tempat pemukiman.
c.       Mandala Nista
Disebut juga jaba sisi yaitu tempat peralihan dari luar kedalam pura yang terdiri dari bangunan candi bentar penunjang lainnya. Pekarangan pura dibatasi oleh tembok penyengker batas pekarangan pintu masuk di depan dan pitu masuk ke jeroan utama memaki kori Agung. Tembok penyengker candi bentar dan kori agung ada berbagai bentuk variasi dan kreasinya sesuai dengan keindahan arsitekturnya. Bangunan pura pada umumnya menghadap ke barat, memasuki pura menghadap ke arah timur demikian pula pemujaan dan persembahyangan menghdap kea rah timur kea rah yrbitnya matahari. Komposisi masa – masa bangunan pura berjajar antara selatan menghadap ke barat dan sebagian di sisi utara menghadap selatan (menurut bpk.Soedja’i).
d.      Posesi Upacara Kasada
Upacara ini dilaksanakan setahun sekali oleh masyarakat hindu tengger yang mendiami 41 desa pada 4 kecamatan di Probolinggo, Lumajang, Malang, dan Pasuruan. Upacara kasada diadakan mulai tengah malam hingga dini hari, dan persiapannya dilaksanakan sejak 24.00 WIB bergerak mulai di depan rumah dukun (pendeta) Mujono, dan sampai ke pantai p[asir di pura Agung Puten kira-kira pukul 04.00 WIB. Menjelang menjelang matahari terbit yang disebut dengan Surya Serwana. Pada pukul 05.00 WIB upacara kasada dilaksanakan dengan terlebih dahulu dilakukan ritual di pura puten yang dilnjutkan turun menuju kawah gunung Bromo yang berjarak 2 km untuk melakukan ritual sesaji yang terdiri dari dua unsur penting, yaitu kepala bungkah dan kepala gantung. Kepal bungkah itu artinya buah-buahan yang berasal dari tanah seperti kentang dan ketela, serta kepala gantung yaitu buah-buahan yang bergantung. Ritual sesaji itu merupakan sesembahan sebagai ciri utama kehidupan dari masyarakat tengger, kecuali ada secara spesifik yang memiliki permohonan khusus, biasanya korbannya yaitu ayam atau kambing ini, yang khusus mau jadi pejabat. Pada pengambilan sesajen para pengambil sesajen memakai gala dari kain goni, banyak tamu yang melemparkan sesajen ke kawah gunung bromo. Namun adapula yang mengambil uang ke dalam kawah tersebut. Pada upacara kasada petani juga melemparkan hasil pertaniaanya ke dalam kawah. Orang yang mengambil lemparan tidak boleh hanya mengambil satu kali, tetapi harus tujuh kali berturut-turut. Apabila melanggar maka orang tersebut mendapatkan musibah, seperti sakit. Cara penyembuhannya adalah dengan cara meminta maaf dan juga membuat acara ruwatan (bpk. Sugik).
e.       Dukun Masyarakat Suku Tengger
Dukun tengger berbeda dengan dukun Jawa yang lain, mereka mempunyai tujuan menjaga kebudayaan dan melakukan upacara-upacara tradisional. Dalam setiap desa Tengger ada dukun diatas mereka ada satu dukun yang mengurus semua acara keagamaan, bernama “Lurah Dukun”. Walaupun agama masyarakat Tengger masih kuat, saat ini dalam desa-desa Tengger juga ada penduduk beragama Islam dan Kristen. Lurah Dukun dirumahnya melakukan semeninga. Semeninga itu adalah prsiapan untuk upacara-upacara bertujuan untuk beritahu para dewa-dewa sesaji akan dimulai. Kemudian satu hari setelah itu baru sebelum para dukun turun sampai LAut Pasir mereka melakukan semeninga lagi. Kemudian para dukun berjalan sampai potenyang terletak di kaki Gunung Bromo. Sementara massa berkumpul di Laut Pasir sekitar Poten itu siap untuk memulai upacaranya. Pada tengah malam upacara Kasada mulai dengan Lurah Dukun menceritakan tentang Legenda Kasada dan berdoa kepada dewa Gunung Bromo dan dewa Kusuma. Pula kalau ada dukun baru dia akan diresmikan oleh dukun lainnya pada saat itu. Pemilihan dukun baru dengan cara demokrasi, dukun yang baru tersebut merupakan dukun yang dipilih yang sudah banyak hafal mantra keagamaan.
f.       Legenda Kasada
Gunung Bromo tidak dapat dipisahkan dari sistem kepercayaan mastarkat suku Tengger. Legenda kasada adalah merupakan cikal bakal rakyat Tengger dan menggambarkan hubungan manusia dan makhluk halus gunung Bromo. Dalam legenda kasada makhluk halus gunung Bromo tidak memilki namA sendiri tetapi di panggil oleh nama Sang Yang Widhi. Cikal bakal Tengger dalam ceritanya digambarkan sebagai asal – usulnya dari kerajaan majapahit dari sebelum keturunan kerajaan Hindu-Budha di jawa. Tujuan legenda kasada adalah bahwa suatu nenek monyang Tengger bernama “Dewa Kusuma” anak dari “Joko Seger” dan “Rara Anteng” mengorbankan jiwanya untuk keluarganya dan orang Tengger. Akibatnya adalah perjanjian di antara roh leluhur “Dewa Kusuma”dan orang Tengger untuk memberi sesajian setiap tanggal 14 bulan kasada dalam ketanggalan Tengger. Upacara sesajian itu bernama “Upacara Kasada” dan diikuti oleh orang Tengger satu tahun sekali sampai sekarang. Dalam permulaan legenda kasada ada tiga peran pokok. Yang pertama bernama ‘Kyai Dadap Putih’ suatu dukun dari kerajaan majapahit. Dia datang ke daerah Tengger bertujuan bersemedi. Peran yang kedua adalah orang perempuan muda bernam “Rara Anteng” pula datang dari kerajaan majpahit.dia datang ke daerah Tengger untuk mencari ayahnya yang menjadi hilang dan sambil semedi di gunungnya. Peran ketiga adalah “‘Joko Seger” orang dari desa di daerah gunungnya. Dia pula mencari orang, pamannya yang hilang sambil semedi di gunungnya. “Kyai Dadap Putih” bertemu dengan “Rara Anteng” dan mengangkat dia sebagai anaknya. Saat “Rara Anteng” bersemedi dia bertemu dengan “Joko Seger” .(diceritakan oleh Bpk.Soedja’i)
3.      Pusaka yang di miliki oleh Suku Tengger
1)      Jimat Klonthongan / Jodang Wasiat
Jimat Klonthong / Jodang wasiat jumlahnya ada dua, yang pertama disimpan oleh masyarakat Suku Tengger Brang Wetan tepatnya di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo.bentuknya berupa kotak terbuat dari kayu.Sedang Jimat Klonthong / Jodang Wasiat yang kedua disimpan di wilayah Brang Kulon yaitu di Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan dan bentuknya berbeda dengan yang ada di wilayah brang wetan yaitu berbentuk bumbung terbuat dari kayu.
Kedua Jimat Klonthong / Jodang Wasiat tersebut merupakan benda warisan nenek moyang ( Joko Seger dan Loro Anteng ) berisi gayung, sarak, sodar, tumbu, cepel, Ontokusumo sejenis pakaian nenek moyang, dan sejumlah uang satak (uang logam kuno). Termasuk mantra-mantra yaitu mantra Purwobumi dan mantra Mandala Giri.
2)      Lontar (keropak)
Di Tengger masih terdapat lontar (keropak) sebanyak 21 ikat, berisi tulisan Jawa lama, yang orang Tengger sendiri tidak bisa membacanya.
Pusaka TRISULA yaitu berbentuk Tombak yang mempunyai ujung mata tiga.
4.      Peralatan Upacara
Baju Adat Tengger Hitam, sehelai kain baju tanpa jahitan,Udeng dan kain Selempang berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan yang diperoleh sebagai warisan dari nenek moyang Suku Tengger. Prasen, berasal dari kata rasi atau praci (Sansekerta) yang berarti zodiak. Prasen ini berupa mangkuk bergambar binatang dan zodiak. Beberapa prasen yang dimiliki oleh para dukun berangka tahun Saka: 1249, 1251, 1253, 1261; dan pada dua prasen lainnya terdapat tanda tahun Saka 1275. Tanda tahun ini menunjukkan masa berkuasanya pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi di Majapahit. Tali sampet, terbuat dari kain batik, atau kain berwarna kuning yang dipakai oleh Dukun Tengger. Genta, keropak dan prapen, sebagai pelengkap upacara.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "KEINDAHAN ALAM GUNUNG BROMO"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel